Yenny
Indra, demikian ia biasa menuliskan namanya. Dan kita mengenalnya karena
postingan-postingannya yang menarik di Go Traveling Go Community, dimana ia
sering berbagi kisah perjalananannya ke Eropa bersama keluarga.
Berbicara tentang penjelajahan antar negara, tak kurang dari 50 negara sudah dijelajahinya dan mungkin masih akan bertambah lagi dalam beberapa minggu ke depan (waktu tulisan ini dimuat pada bulan April 2015--red). Sebab dalam itenerary-nya sekitar bulan Mei mendatang, ia akan kembali traveling ke negeri Spanyol dan beberapa negara lainnya. Wanita yang berprofesi sebagai pengusaha ini mengakui, bahwa kecintaannya kepada dunia traveling sudah bertumbuh sejak masa kanak-kanak.
“ Sejak kecil saya suka mengumpulkan gambar-gambar pemandangan cantik di luar negeri. Itu cita-cita saya agar kelak bisa traveling mengunjungi tempat-tempat indah di belahan dunia ini, “ katanya dalam wawancara kami. Maka berceritalah dia. Dari puluhan negara yang sudah ia kunjungi, ia menyebut Alaska dan Swiss tempat paling mengesankan baginya.
“ Alaska, pemandangannya tidak saja indah, tetapi kita serasa di dunia lain, karena sepi banget. Di sana kami sempat melihat beruang menyeberang di jalan umum, “ katanya. Perjalanannya ke Alaska waktu itu dengan pelayaran mengambil rute dari Vancouver ke Anchorage dan selanjutnya memakai jasa Landtour untuk menghantarkan mereka ke Alaska.
“ Itu rute yang tidak biasa memang, sehingga kami harus mengeluarkan extra cost flight, namun pengalaman yang kami dapatkan juga luarbiasa, “ paparnya lagi.
Bagaimana dengan Swiss ?Ibu dari 4 orang anak ini menyebut keunggulan Swiss dalam sistem transportasinya. Pemandangannya indah. Banyak gunung cantik seperti Mount Blanc. “ Namun Vevey mengesankanku, kota kecil yang unik dengan lukisan JR Mural di tembok ujung jalannya,dan ada patung Charlie Chaplin kulihat disana, “ jelasnya.
Seorang traveler yang baik, apalagi traveling lintas negara, tentu sudah mempersiapkan segala sesuatunya, tak terkecuali Yenny Indra. Ia menyebutkan sejumlah persiapan yang biasa ia lakukan. Katanya, sebelum keberangkatan ia sudah mempelajari lebih dulu bagaimana tranportasi negara tersebut, rute-rutenya dan jam-jamnya. Lewat google maps, ia bisa mempelajarinya. Ia sudah perhitungkan berapa hari ia akan berada di suatu kota atau daerah yang akan dikunjungi.
“ Karena saya banyak menggunakan transportasi umum, saya harus memastikan hotel tempat menginap berada di tempat strategis, dimana tempat-tempat yang akan saya kunjungi berada disekeliling hotel. Memang sedikit lebih mahal, tetapi menghemat waktu. Hotel tersebut sudah saya pesan sebelumnya melalui booking.com. Bagus kita pake booking.com, karena kita bisa membooking lebih dulu hingga tanggal tertentu. Ini memberi saya kesempatan untuk memastikan ulang, apakah hotel yang saya pilih sudah benar. Jika ada pilihan yang lebih baik saya bisa menggantinya tanpa biaya dan tidak usah memikirkan refund, “ terangnya mengenai persiapan perjalanannya itu.
Yenny Indra sudah banyak melakukan perjalanan dan ia pun mendapat banyak pembelajaran. Dan traveling membuka wawasannya sehingga ia bisa menerima perbedaan tanpa menghakimi.
“ Setiap negara itu kan punya nilai-nilai atau kepercayaan. Saya menghargai perbedaan-perbedaan itu, memahaminya dan belajar budaya orang lain membuat kita lebih kaya, “ ungkapnya bersahaja.
Banyak pula pengalaman menarik telah dia dapatkan dalam dunia traveling. Bila pengalaman-pengalaman itu dituliskan, mungkin saja akan menjadi sebuah buku tebal. Tetapi, manakala saya bertanya kepadanya, dari sekian ratus pengalamannya itu, manakah yang paling dramatis ?
Dan inilah jawabannya :
“ Saat mobil kami terjebak di Perth dalam perjalanan ke Pinnacles, Australia. Kisahnya tahun 2009, saya dan Pak Indra ( suami) serta ketiga anak kami Christian, Nicholas dan Michelle terbang dari Melbourne menuju Perth. Setelah beberapa hari menikmati keindahan kota Perth, kami pun bersiap menuju Pinnacles dengan sedan Camry yang kami sewa. Perjalanan cukup jauh, sehingga kami harus bermalam di Hillary Boat Harbour. Kami berenang di laut yang dibentuk bak kolam renang di tengah lautan, menjadi fasilitas yang unik di sana.
Hari ke dua, dalam perjalanan menuju Pinnacles, kami mengunjungi kota Lancelin untuk bermain Sandboardings. Berselancar di laut, itu sudah biasa, tetapi berselancar di pasir, ini permainan baru yang menarik. Puas bermain, kamipun melanjutkan perjalanan menuju Cervantes.
Saat itu sudah menunjukkan pukul 3 sore, sementara perjalanan masih cukup jauh, sekitar 2 ½ jam perjalanan lagi. Lancelin adalah desa terakhir sebelum kami sampai di Cervantes. Perjalanan kami ini hanya melewati tanah kosong, perkebunan atau daerah yang berpasir. Memang adalah hal biasa mengendarai kendaraan berjam-jam di Australia tanpa bertemu kendaraan lain atau seorang manusia pun. Waktu itu Kami hanya berpapasan dengan kangguru atau domba-domba yang sedang merumput.
Ketika kami melihat peta GPS ternyata ada jalan pintas yang langsung menuju Pinnacles. Nampak seperti jalan baru, sehingga petanya tidak lengkap. Suami saya memutuskan untuk menempuh jalan baru ini. Kami pernah mengalami pengalaman serupa. Ketika mengunjungi pulau Maui, Hawaii, ada jalan yang tidak di-cover asuransi. Ternyata saat ke sana, jalannya mulus meskipun ada bagian-bagian yang sempit, hanya cukup untuk satu mobil. Pemandangannya justru cantik sekali.
Pada mulanya semuanya berjalan lancar, meskipun jalan yang dilalui sebagian beraspal dan sebagian lagi dari tanah tetapi cukup bagus. Di tengah perjalanan, kami agak bingung karena ada persimpangan. Ketika memilih jalan sebelah kiri, ternyata jalan buntu masuk ke perkebunan. Lalu kami berbalik, memilih jalan yang kanan. Kami dikejar waktu agar tidak kemalaman sampai di Cervantes, satu-satunya desa terdekat yang ada fasilitas penginapan.
Setelah berjalan cukup jauh, ada persimpangan lagi. Kami memilih salah satunya. Semakin jauh kami masuk, jalanan semakin buruk. Pak Indra memutuskan untuk kembali saja. Tiba-tiba roda ban mobil masuk ke lubang pasir dan agak dalam sehingga mobil tidak bisa berjalan lagi. Signal HP tidak ada. Kami tidak tahu posisi tepatnya dimana kami berada. Daerah ini tidak tertera di GPS. Christian berjalan mencoba mencari tempat yang ada signal untuk menelpon polisi atau minta bantuan, tetapi meskipun sudah berjalan cukup jauh, hasilnya nol.
Tempat ini sepi sekali dan selama perjalanan, kami hanya sempat melihat ada seorang pria yang mengendarai traktor dalam jarak sekian kilometer dari tempat kami berada. Kami mencoba menggunakan dongkrak dan alat-alat yang ada untuk mengeluarkan mobil dari pasir, tetapi hasilnya nihil. Dongkrak yang sudah kemasukan pasir, macet. Kami pun berdoa bersama minta bantuan dan mujijat Tuhan.
Sementara waktu terus berjalan makin malam, sehingga Kami memutuskan berpencar untuk mencari bantuan. Nicholas dan saya berjalan ke utara sementara Christian dan Pak Indra berjalan kearah selatan. Michelle, putri bungsu kami tetap tinggal di mobil. Michelle sibuk dengan GPS-nya mencari di mana ada jalan yang terdekat. Kami mencoba menemukan pria yang mengendarai traktor tadi, untuk minta bantuan.
Di sebelah utara, Nicholas dan saya hanya menemukan jalan sepi bercabang dua dengan tanah pertanian kosong yang belum digarap. Beberapa ekor kangguru melintasi jalan; ada yang sendirian, ada pula yang berpasangan atau beberapa berlarian di sekitarnya, bahkan ada pula yang sudah mati tergeletak di tepi jalan. Sementara Christian dan Pak Indra menemukan gudang kosong sekitar sepuluh kilometer dari mobil kami, dengan traktor-traktor yang diparkir di halamannya. Tidak ada orang di sana. Setelah berjalan lagi ke arah yang lain, mereka menemukan tempat irigasi yang kosong. Akhirnya kami memutuskan kembali ke mobil. Tanpa ada bantuan yang bisa didapat. Kami pun tidur di mobil di tengah padang kosong.
Tapi Tuhan itu baik. Bulan bulat penuh malam itu, sehingga tidak terlalu gelap. Biasa pada musim panas sering turun hujan, bahkan sore tadi sempat gerimis sedikit, namun malam itu cuaca cukup cerah. Michelle sempat menangis ketakutan. Dia kuatir jika ada ular atau binatang yang datang saat tidur. Kami berusaha saling menguatkan dan menghibur satu sama lainnya. Pak Indra menyesal sudah mengambil resiko memilih jalan pintas. Keadaan buntu, tapi itu membuat kami lebih dekat. Kami menyesali begitu banyak hal-hal yang tidak dilakukan selama ini. Kuldesak! Itulah situasi yang kami alami, jalan buntu total. Satu-satunya jalan yang terbuka adalah ke atas, berdoa. Harapan kami hanyalah pertolongan dari Tuhan. Kami berseru minta mujijat-Nya!
Kemudian kami mencoba tidur sambil tetap waspada. Sore tadi kami sempat melihat ular di semak-semak dan ada binatang kecil-kecil yang menyelinap masuk melalui kaca mobil. Kami menyiapkan kayu yang cukup besar untuk berjaga-jaga jika ada hal yang tidak diinginkan terjadi. Kadang-kadang kami dikagetkan bayangan yang lewat, ternyata kangguru. Kami benar-benar bermalam dengan kangguru di mana-mana.
Terpikir betapa berharganya hidup ini. Jika saat itu ada orang jahat atau binatang buas yang membunuh kami, maka tidak ada seorang pun yang tahu. Elisa hanya tahu kami sedang liburan ke Perth dan sekitarnya. Teman kami di Perth, Pauline, hanya tahu kami akan ke Pinnacles tapi tidak pasti, karena kami mengunjungi Pauline tiga hari sebelumnya; sementara sewa mobil masih empat hari lagi. Itu artinya mereka tidak akan merasakan kehilangan sebelum empat hari berlalu. Hari itu tanggal 30 Desember, kebanyakan orang sudah mengambil cuti libur akhir tahun sejak 29 Desember hingga tanggal 3 januari. Apakah besok ada orang yang masih bekerja di perkebunan? Mungkinkah pria yang menjalankan traktor itu bekerja lagi?
Untunglah siang tadi kami membeli sushi dan minuman, sehingga kami masih memiliki makanan untuk bertahan malam itu. Kami memutuskan besok pagi akan meninggalkan semua barang-barang kami, kecuali tiket pesawat, paspor dan uang. Ini masalah hidup dan mati! Uang bisa dicari tapi nyawa hanya satu. Masih ada coklat yang kami beli untuk oleh-oleh di bagasi. Setidaknya bisa untuk bertahan hidup, jika besok kami tidak menemukan bantuan. Kami bisa minum air dari irigasi yang kami temukan sore tadi.
Saya sempat khawatir dengan laptop Nicholas yang berisi tugas-tugas sekolahnya, tetapi semua mengingatkan bahwa tidak mungkin kami mampu bertahan menempuh jarak yang jauh dengan membawa beban yang berat. Hanya ada dua tempat yang bisa kami datangi: Lancelin atau Cervantes. Keduanya berjarak sekitar seratusan kilometer. Tanpa alat transportasi memadai, apalagi dengan membawa anak kecil, bukanlah perjalanan yang memungkinkan untuk ditempuh. Kami perlu waktu beberapa hari untuk sampai ke salah satu kota itu.
Waktu terus berjalan. Sekitar pukul 6 pagi, kami bersiap-siap untuk memulai perjalanan kami. Saya sedang memindahkan dokumen dan coklat ke koper kecil.
Tiba-tiba Pak Indra, melihat ada mobil di kejauhan. Segera dia menyalakan lampu dan membunyikan klakson, sementara Christian dan Nicholas langsung berteriak-teriak melambaikan jaketnya minta pertolongan. Mobil 4WD itupun berhenti. Mobil itu berisi dua pria yang bekerja di perkebunan. Mereka heran sekali melihat kami, ada turis yang terdampar. Tetapi bagaimana mereka bisa datang ke tempat kami ? Mereka menjelaskan bahwa ini untuk pertama kalinya mereka lewat jalan itu. Ini bukanlah jalan umum, melainkan jalan milik perkebunan seseorang yang mungkin belum dikelola. Pria pertama bercerita, bahwa sejak tadi malam temannya berkata besok ingin lewat jalan perkebunan yang kosong itu. Dorongan yang aneh. Sebetulnya pagi itu pria yang pertama keberatan, namun temannya bergeming. Ternyata Tuhan memakai mereka untuk menolong kami. Sungguh Tuhan itu Allah yang menjawab doa!
Kami mengharapkan bantuan dari pria bertraktor tetapi Tuhan mengirimkan bantuan yang lebih baik dan lebih awal. Sungguh Allah kita luar biasa! Kemudian mereka membawa kami semua masuk ke mobilnya, pergi ke kantor perkebunannya yang berjarak sekitar sepuluh kilometer. Kami diberi air minum, ditawari minum kopi atau teh, sambil menunggu teknisi yang akan menolong mengeluarkan mobil kami dan mempersiapkan peralatannya.
Teknisi itu lalu membawa kami ke lokasi mobil yang mogok. Dengan peralatan yang pas, maka tidak lebih dari lima belas menit, mobil kami pun berhasil dikeluarkan. Setelah selesai kami bertanya, apa yang bisa kami lakukan untuk membalas kebaikan mereka?
‘ Nothing, ‘ jawabnya. ‘ Saya tahu kalian orang baik-baik, tidak apa-apa, kami sekedar membantu.” Setelah diberi petunjuk jalan yang harus kami tempuh, maka kami pun kembali ke Perth.
Setelah kami lepas dari malapetaka besar, barulah rasa lapar mulai terasa. Sisa empat potong sushi langsung dilahap Michelle dan Nicholas. Rasanya seperti mimpi dan hampir-hampir tidak percaya bahwa akhirnya kami bisa lolos dengan tak kurang suatu apapun. Sungguh, ini adalah sebuah pengalaman pribadi dengan Tuhan yang menyadarkan kami, betapa singkat dan berharganya hidup yang Tuhan karuniakan. Tanpa-Nya kami tidak mampu berbuat apa-apa, “ ujarnya menutup kisah. Sebuah pengalaman dramatis yg tak akan pernah terlupakannya.
Berbicara tentang penjelajahan antar negara, tak kurang dari 50 negara sudah dijelajahinya dan mungkin masih akan bertambah lagi dalam beberapa minggu ke depan (waktu tulisan ini dimuat pada bulan April 2015--red). Sebab dalam itenerary-nya sekitar bulan Mei mendatang, ia akan kembali traveling ke negeri Spanyol dan beberapa negara lainnya. Wanita yang berprofesi sebagai pengusaha ini mengakui, bahwa kecintaannya kepada dunia traveling sudah bertumbuh sejak masa kanak-kanak.
“ Sejak kecil saya suka mengumpulkan gambar-gambar pemandangan cantik di luar negeri. Itu cita-cita saya agar kelak bisa traveling mengunjungi tempat-tempat indah di belahan dunia ini, “ katanya dalam wawancara kami. Maka berceritalah dia. Dari puluhan negara yang sudah ia kunjungi, ia menyebut Alaska dan Swiss tempat paling mengesankan baginya.
“ Alaska, pemandangannya tidak saja indah, tetapi kita serasa di dunia lain, karena sepi banget. Di sana kami sempat melihat beruang menyeberang di jalan umum, “ katanya. Perjalanannya ke Alaska waktu itu dengan pelayaran mengambil rute dari Vancouver ke Anchorage dan selanjutnya memakai jasa Landtour untuk menghantarkan mereka ke Alaska.
“ Itu rute yang tidak biasa memang, sehingga kami harus mengeluarkan extra cost flight, namun pengalaman yang kami dapatkan juga luarbiasa, “ paparnya lagi.
Bagaimana dengan Swiss ?Ibu dari 4 orang anak ini menyebut keunggulan Swiss dalam sistem transportasinya. Pemandangannya indah. Banyak gunung cantik seperti Mount Blanc. “ Namun Vevey mengesankanku, kota kecil yang unik dengan lukisan JR Mural di tembok ujung jalannya,dan ada patung Charlie Chaplin kulihat disana, “ jelasnya.
Seorang traveler yang baik, apalagi traveling lintas negara, tentu sudah mempersiapkan segala sesuatunya, tak terkecuali Yenny Indra. Ia menyebutkan sejumlah persiapan yang biasa ia lakukan. Katanya, sebelum keberangkatan ia sudah mempelajari lebih dulu bagaimana tranportasi negara tersebut, rute-rutenya dan jam-jamnya. Lewat google maps, ia bisa mempelajarinya. Ia sudah perhitungkan berapa hari ia akan berada di suatu kota atau daerah yang akan dikunjungi.
“ Karena saya banyak menggunakan transportasi umum, saya harus memastikan hotel tempat menginap berada di tempat strategis, dimana tempat-tempat yang akan saya kunjungi berada disekeliling hotel. Memang sedikit lebih mahal, tetapi menghemat waktu. Hotel tersebut sudah saya pesan sebelumnya melalui booking.com. Bagus kita pake booking.com, karena kita bisa membooking lebih dulu hingga tanggal tertentu. Ini memberi saya kesempatan untuk memastikan ulang, apakah hotel yang saya pilih sudah benar. Jika ada pilihan yang lebih baik saya bisa menggantinya tanpa biaya dan tidak usah memikirkan refund, “ terangnya mengenai persiapan perjalanannya itu.
Yenny Indra sudah banyak melakukan perjalanan dan ia pun mendapat banyak pembelajaran. Dan traveling membuka wawasannya sehingga ia bisa menerima perbedaan tanpa menghakimi.
“ Setiap negara itu kan punya nilai-nilai atau kepercayaan. Saya menghargai perbedaan-perbedaan itu, memahaminya dan belajar budaya orang lain membuat kita lebih kaya, “ ungkapnya bersahaja.
Banyak pula pengalaman menarik telah dia dapatkan dalam dunia traveling. Bila pengalaman-pengalaman itu dituliskan, mungkin saja akan menjadi sebuah buku tebal. Tetapi, manakala saya bertanya kepadanya, dari sekian ratus pengalamannya itu, manakah yang paling dramatis ?
Dan inilah jawabannya :
“ Saat mobil kami terjebak di Perth dalam perjalanan ke Pinnacles, Australia. Kisahnya tahun 2009, saya dan Pak Indra ( suami) serta ketiga anak kami Christian, Nicholas dan Michelle terbang dari Melbourne menuju Perth. Setelah beberapa hari menikmati keindahan kota Perth, kami pun bersiap menuju Pinnacles dengan sedan Camry yang kami sewa. Perjalanan cukup jauh, sehingga kami harus bermalam di Hillary Boat Harbour. Kami berenang di laut yang dibentuk bak kolam renang di tengah lautan, menjadi fasilitas yang unik di sana.
Hari ke dua, dalam perjalanan menuju Pinnacles, kami mengunjungi kota Lancelin untuk bermain Sandboardings. Berselancar di laut, itu sudah biasa, tetapi berselancar di pasir, ini permainan baru yang menarik. Puas bermain, kamipun melanjutkan perjalanan menuju Cervantes.
Saat itu sudah menunjukkan pukul 3 sore, sementara perjalanan masih cukup jauh, sekitar 2 ½ jam perjalanan lagi. Lancelin adalah desa terakhir sebelum kami sampai di Cervantes. Perjalanan kami ini hanya melewati tanah kosong, perkebunan atau daerah yang berpasir. Memang adalah hal biasa mengendarai kendaraan berjam-jam di Australia tanpa bertemu kendaraan lain atau seorang manusia pun. Waktu itu Kami hanya berpapasan dengan kangguru atau domba-domba yang sedang merumput.
Ketika kami melihat peta GPS ternyata ada jalan pintas yang langsung menuju Pinnacles. Nampak seperti jalan baru, sehingga petanya tidak lengkap. Suami saya memutuskan untuk menempuh jalan baru ini. Kami pernah mengalami pengalaman serupa. Ketika mengunjungi pulau Maui, Hawaii, ada jalan yang tidak di-cover asuransi. Ternyata saat ke sana, jalannya mulus meskipun ada bagian-bagian yang sempit, hanya cukup untuk satu mobil. Pemandangannya justru cantik sekali.
Pada mulanya semuanya berjalan lancar, meskipun jalan yang dilalui sebagian beraspal dan sebagian lagi dari tanah tetapi cukup bagus. Di tengah perjalanan, kami agak bingung karena ada persimpangan. Ketika memilih jalan sebelah kiri, ternyata jalan buntu masuk ke perkebunan. Lalu kami berbalik, memilih jalan yang kanan. Kami dikejar waktu agar tidak kemalaman sampai di Cervantes, satu-satunya desa terdekat yang ada fasilitas penginapan.
Setelah berjalan cukup jauh, ada persimpangan lagi. Kami memilih salah satunya. Semakin jauh kami masuk, jalanan semakin buruk. Pak Indra memutuskan untuk kembali saja. Tiba-tiba roda ban mobil masuk ke lubang pasir dan agak dalam sehingga mobil tidak bisa berjalan lagi. Signal HP tidak ada. Kami tidak tahu posisi tepatnya dimana kami berada. Daerah ini tidak tertera di GPS. Christian berjalan mencoba mencari tempat yang ada signal untuk menelpon polisi atau minta bantuan, tetapi meskipun sudah berjalan cukup jauh, hasilnya nol.
Tempat ini sepi sekali dan selama perjalanan, kami hanya sempat melihat ada seorang pria yang mengendarai traktor dalam jarak sekian kilometer dari tempat kami berada. Kami mencoba menggunakan dongkrak dan alat-alat yang ada untuk mengeluarkan mobil dari pasir, tetapi hasilnya nihil. Dongkrak yang sudah kemasukan pasir, macet. Kami pun berdoa bersama minta bantuan dan mujijat Tuhan.
Sementara waktu terus berjalan makin malam, sehingga Kami memutuskan berpencar untuk mencari bantuan. Nicholas dan saya berjalan ke utara sementara Christian dan Pak Indra berjalan kearah selatan. Michelle, putri bungsu kami tetap tinggal di mobil. Michelle sibuk dengan GPS-nya mencari di mana ada jalan yang terdekat. Kami mencoba menemukan pria yang mengendarai traktor tadi, untuk minta bantuan.
Di sebelah utara, Nicholas dan saya hanya menemukan jalan sepi bercabang dua dengan tanah pertanian kosong yang belum digarap. Beberapa ekor kangguru melintasi jalan; ada yang sendirian, ada pula yang berpasangan atau beberapa berlarian di sekitarnya, bahkan ada pula yang sudah mati tergeletak di tepi jalan. Sementara Christian dan Pak Indra menemukan gudang kosong sekitar sepuluh kilometer dari mobil kami, dengan traktor-traktor yang diparkir di halamannya. Tidak ada orang di sana. Setelah berjalan lagi ke arah yang lain, mereka menemukan tempat irigasi yang kosong. Akhirnya kami memutuskan kembali ke mobil. Tanpa ada bantuan yang bisa didapat. Kami pun tidur di mobil di tengah padang kosong.
Tapi Tuhan itu baik. Bulan bulat penuh malam itu, sehingga tidak terlalu gelap. Biasa pada musim panas sering turun hujan, bahkan sore tadi sempat gerimis sedikit, namun malam itu cuaca cukup cerah. Michelle sempat menangis ketakutan. Dia kuatir jika ada ular atau binatang yang datang saat tidur. Kami berusaha saling menguatkan dan menghibur satu sama lainnya. Pak Indra menyesal sudah mengambil resiko memilih jalan pintas. Keadaan buntu, tapi itu membuat kami lebih dekat. Kami menyesali begitu banyak hal-hal yang tidak dilakukan selama ini. Kuldesak! Itulah situasi yang kami alami, jalan buntu total. Satu-satunya jalan yang terbuka adalah ke atas, berdoa. Harapan kami hanyalah pertolongan dari Tuhan. Kami berseru minta mujijat-Nya!
Kemudian kami mencoba tidur sambil tetap waspada. Sore tadi kami sempat melihat ular di semak-semak dan ada binatang kecil-kecil yang menyelinap masuk melalui kaca mobil. Kami menyiapkan kayu yang cukup besar untuk berjaga-jaga jika ada hal yang tidak diinginkan terjadi. Kadang-kadang kami dikagetkan bayangan yang lewat, ternyata kangguru. Kami benar-benar bermalam dengan kangguru di mana-mana.
Terpikir betapa berharganya hidup ini. Jika saat itu ada orang jahat atau binatang buas yang membunuh kami, maka tidak ada seorang pun yang tahu. Elisa hanya tahu kami sedang liburan ke Perth dan sekitarnya. Teman kami di Perth, Pauline, hanya tahu kami akan ke Pinnacles tapi tidak pasti, karena kami mengunjungi Pauline tiga hari sebelumnya; sementara sewa mobil masih empat hari lagi. Itu artinya mereka tidak akan merasakan kehilangan sebelum empat hari berlalu. Hari itu tanggal 30 Desember, kebanyakan orang sudah mengambil cuti libur akhir tahun sejak 29 Desember hingga tanggal 3 januari. Apakah besok ada orang yang masih bekerja di perkebunan? Mungkinkah pria yang menjalankan traktor itu bekerja lagi?
Untunglah siang tadi kami membeli sushi dan minuman, sehingga kami masih memiliki makanan untuk bertahan malam itu. Kami memutuskan besok pagi akan meninggalkan semua barang-barang kami, kecuali tiket pesawat, paspor dan uang. Ini masalah hidup dan mati! Uang bisa dicari tapi nyawa hanya satu. Masih ada coklat yang kami beli untuk oleh-oleh di bagasi. Setidaknya bisa untuk bertahan hidup, jika besok kami tidak menemukan bantuan. Kami bisa minum air dari irigasi yang kami temukan sore tadi.
Saya sempat khawatir dengan laptop Nicholas yang berisi tugas-tugas sekolahnya, tetapi semua mengingatkan bahwa tidak mungkin kami mampu bertahan menempuh jarak yang jauh dengan membawa beban yang berat. Hanya ada dua tempat yang bisa kami datangi: Lancelin atau Cervantes. Keduanya berjarak sekitar seratusan kilometer. Tanpa alat transportasi memadai, apalagi dengan membawa anak kecil, bukanlah perjalanan yang memungkinkan untuk ditempuh. Kami perlu waktu beberapa hari untuk sampai ke salah satu kota itu.
Waktu terus berjalan. Sekitar pukul 6 pagi, kami bersiap-siap untuk memulai perjalanan kami. Saya sedang memindahkan dokumen dan coklat ke koper kecil.
Tiba-tiba Pak Indra, melihat ada mobil di kejauhan. Segera dia menyalakan lampu dan membunyikan klakson, sementara Christian dan Nicholas langsung berteriak-teriak melambaikan jaketnya minta pertolongan. Mobil 4WD itupun berhenti. Mobil itu berisi dua pria yang bekerja di perkebunan. Mereka heran sekali melihat kami, ada turis yang terdampar. Tetapi bagaimana mereka bisa datang ke tempat kami ? Mereka menjelaskan bahwa ini untuk pertama kalinya mereka lewat jalan itu. Ini bukanlah jalan umum, melainkan jalan milik perkebunan seseorang yang mungkin belum dikelola. Pria pertama bercerita, bahwa sejak tadi malam temannya berkata besok ingin lewat jalan perkebunan yang kosong itu. Dorongan yang aneh. Sebetulnya pagi itu pria yang pertama keberatan, namun temannya bergeming. Ternyata Tuhan memakai mereka untuk menolong kami. Sungguh Tuhan itu Allah yang menjawab doa!
Kami mengharapkan bantuan dari pria bertraktor tetapi Tuhan mengirimkan bantuan yang lebih baik dan lebih awal. Sungguh Allah kita luar biasa! Kemudian mereka membawa kami semua masuk ke mobilnya, pergi ke kantor perkebunannya yang berjarak sekitar sepuluh kilometer. Kami diberi air minum, ditawari minum kopi atau teh, sambil menunggu teknisi yang akan menolong mengeluarkan mobil kami dan mempersiapkan peralatannya.
Teknisi itu lalu membawa kami ke lokasi mobil yang mogok. Dengan peralatan yang pas, maka tidak lebih dari lima belas menit, mobil kami pun berhasil dikeluarkan. Setelah selesai kami bertanya, apa yang bisa kami lakukan untuk membalas kebaikan mereka?
‘ Nothing, ‘ jawabnya. ‘ Saya tahu kalian orang baik-baik, tidak apa-apa, kami sekedar membantu.” Setelah diberi petunjuk jalan yang harus kami tempuh, maka kami pun kembali ke Perth.
Setelah kami lepas dari malapetaka besar, barulah rasa lapar mulai terasa. Sisa empat potong sushi langsung dilahap Michelle dan Nicholas. Rasanya seperti mimpi dan hampir-hampir tidak percaya bahwa akhirnya kami bisa lolos dengan tak kurang suatu apapun. Sungguh, ini adalah sebuah pengalaman pribadi dengan Tuhan yang menyadarkan kami, betapa singkat dan berharganya hidup yang Tuhan karuniakan. Tanpa-Nya kami tidak mampu berbuat apa-apa, “ ujarnya menutup kisah. Sebuah pengalaman dramatis yg tak akan pernah terlupakannya.
Itulah profile sahabat kita --salah satu admin
yg melayani komunitas kita ini-- ibu Yenny Indra, pencinta traveling, keluarga
dan Tuhan, yg nanti akan berbagi kisah seru lainnya bersama suami pak Indra
dalam acara Kopi Darat kita pada Minggu, 1 November 2015 y.a.d.
No comments:
Post a Comment