Wednesday, 12 October 2016

Sahabat GTGC : Lilian Groth



Kecintaan atau passion itu datangnya bukan tiba-tiba. Bukan pula sesuatu yg kebetulan. Tetapi semua itu sudah dirajut dengan masa lalu. Demikianlah halnya dengan dunia traveling bagi Lilian Groth. Traveler yg suka bersepeda dan hobi foto ini mengungkapkan kecintaannya pada dunia traveling sudah ada sejak masa kanak-kanak.

“ Waktu saya kecil, orangtua mengajak kami anaknya keliling pulau jawa untuk melihat candi-candi . Umur 3 tahun saya sudah punya foto di Candi Mendut dan Candi Dieng. Saya punya impian, kepingin melihat candi yang ada di luar negeri dan pengen lihat Pyramida. Juga waktu saya sekolah pernah nonton film cowboy dari daerah Arizona. Itu pun jadi impian saya, bahwa suatu hari kali kelak akan melihat lokasi tersebut., “ ungkap Lilian dalam wawancara kami.

Darinyalah selama ini sahabat-sahabat Go Traveling Go banyak menikmati keindahan istana atau kastil dan benteng-benteng kuno di Jerman, serta negara-negara Eropa lainnya. Banyak bidikan kameranya membuat kita terinspirasi untuk melihat apa yang sudah dia lihat.

Ia tak tahu berapa persisnya negara di dunia ini yang sudah dia jelajahi. Namun, dari postingan-postingannya selama ini, terlihat destinasi perjalanan Lilian tidak saja ke negara-negara di Eropa, melainkan juga sampai ke Asia, Amerika Latin dan Afrika. Tentu banyak pengalaman dan pembelajaran sudah dia petik melaui kecintaannya pada traveling. Dan ketika saya tanya tempat mana yang paling dia sukai, maka dia memilahnya begini :

“ Untuk negara kepulauan, aku suka Yunani. Dengan menumpang kapal ferri dari Athena, saya pernah mengitari pulau Santorini, Mykonos hingga Samosnaxos. Sedangkan untuk bangunan antik adalah Mesir tempatnya. Hampir semua bangunan antik di Mesir saya sudah lihat, semua di pinggir sungai Nil. Kalau saya disana, seakan saya hidup di 5000 tahun yang silam, “ jawab Lilian dalam sebuah emailnya kepadaku.

Lilian Groth, ibu dari 2 orang anak ini pernah mengenyam pendidikan universitas di Berlin dan Hamburg. Di Berlin dia belajar kedokteran dan di Hamburg dia belajar Pharmasi. Di Jerman, ia bekerja di bidang Pharmasi, sedangkan suaminya Karl adalah seorang psikolog dan penulis buku. Mungkin tahun ini Lilian akan pensiun dari pekerjaannya, karena usianya sudah memasuki 60 tahun. Itu artinya, setelah pensiun ia akan lebih punya banyak waktu untuk mendampingi suami dan traveling.

“ Selama ini saya bisa traveling bila ada cuti atau hari libur. Karena aturan di tempat kerja cuti itu harus gantian, tidak boleh bareng semua. Setahun dapat cuti 6 minggu. “ jelasnya. Sama seperti para traveler profesional lainnya, jauh-jauh hari Lilian juga sudah mempersiapkan segala sesuatunya, mulai dari destinasi, peta perjalanan, hotel hingga transpotasi. Semua bisa dikerjakan melalui internet. Bila perjalanannya akan keliling Eropa, katanya ia pun biasa mengikut sertakan sepedanya. Tiidak selalu bersendiri, namun adakalanya ia ikut dalam tour bersama rombongan lain.

“ Sebetulnya, kalau saya traveling saya lebih suka mengunjungi kota-kota kecil yang masih asli dengan orang pribuminya. Jadi saya bisa lihat cara hidup mereka yang asli. Kalau di kota besar yang kita lihat itu untuk turis, “ ungkapnya lugas mengenai destinasi favoritnya.

Lilian mengakui tak ada pengalaman dramatis yang pernah ia alami selama traveling. Tetapi ada yang menyedihkan baginya. Apakah gerangan yang membuatnya sedih ? Inilah jawabnya :

“ Kita tahu setiap negara pasti punya peninggalan kultur lamanya. Ada negara yang sayang dan memelihara warisan budayanya. Namun, ada banyak negara yang tidak menghargainya sama sekali, malah membikin rusak. Mereka tidak mengerti betapa berharganya yang mereka punya. Karena rakyatnya miskin, maka peninggalan-peninggalan warisan budaya itu mereka jual kepada orang asing untuk bisa beli makanan. Betapa menyedihkan!, “ jelasnya mengungkapkan rasa prihatinnya.

 


Itulah Lilian Groth, traveler sahabat kita yang telah bermukim kurang lebih 40 tahun di Jerman. Dia telah memperkaya hidupnya dengan menikmati laut, pantai, pegunungan, peninggalan sejarah melalui traveling demi traveling.

Jakarta, 24 April 2015

No comments:

Post a Comment