Wednesday, 19 October 2016

Kopi Darat Perdana

Belajar Kebudayaan Dunia Melalui Traveling



Belakangan ini, ada banyak komunitas traveling yang tumbuh di Indonesia. Ada komunitas khusus untuk traveling dalam negeri, ada yang khusus untuk ke luar negeri dan ada pula campuran dari keduanya. Go Traveling Go Community adalah komunitas untuk jenis traveling ke luar negeri.
Go Traveling Go Community berdiri 8 bulan lalu, tepatnya pada 18 Maret 2015. Lahir di dunia maya setelah Sahala Napitupulu mengunggah tulisan-tulisannya melalui akun facebook-nya dalam closed group Go Traveling Go Community. 

“ Seiring berjalannya waktu, rupanya banyak yang suka dengan posting-anku. Mereka juga pernah traveling ke luar negeri. Sehingga, belakangan, kisah-kisah perjalanan ke luar negeri itu justru banyak datang dari anggota komunitas sebab mereka merasa mendapat ruang yang pas untuk berbagi kisah traveling mereka, “ jelasnya.
Ia terus mengajak para pengguna facebook untuk bergabung dengan komunitasnya. Sebagian pengguna justru meinta untuk ikut bergabung. 
 

Lambat tapi pasti, jumlah anggotanya bertambah. Semula hanya beberapa puluh orang saja. Sekarang sudah ratusan orang, walaupun banyak yang menjadi anggota pasif.
Ia kemudian meminta salah seorang anggota untuk membantunya “ mengawal “ perjalanan komunitas ini karena banyak hacker dan spamer yang mencoba mengganggu
“ Untuk kelancaran lalu lintas posting-an. Seleksi keanggotaan dan menjaga supaya tidak ada posting-an sampah, komunitas ini dilayani oleh 2 orang administrator, yaitu saya sendiri dan ibu Yenny Indra, “ katanya.

Bersama dengan Yenny Indra, ia menjaga komunitas ini dari serangan hacker dan spamer, sekaligus mensosialisasikannya kepada para anggota bahwa Go Traveling Go Community harus punya mutu dengan wawasan global. 


“ Jadi tujuannya bukan untuk pamer bahwa kita pernah traveling ke luar negeri, tetapi sebagai kampus kehidupan untuk kita saling belajar, “ tambahnya. Itulah yang selalu ia tekankan kepada anggota komunitasnya.

Kopi Darat Pertama.

Setelah berjalan 8 bulan, para anggota tidak puas karena mereka hanya berkomunikasi melalui dunia maya. Akhirnya muncullah ide dari beberapa anggota untuk menggelar “ kopi darat “, sebuah pertemuan untuk memindahkan pertemanan dari dunia maya ke dunia nyata. Gagasan inipun disambut dengan antusias.

Selaku inisiator dan administrator komunitas ini, Sahala merancang sedemikian rupa agar kopi darat perdana ini terwujud. “ Sifat pertemuannya memang kopi darat supaya sesama anggota komunitas saling kenal. Tetapi mesti ada sesuatu yang mereka bisa dapat sekalipun itu harus bayar, “ kata penulis buku traveling Tuhan Dalam Secangkir Kopi ini.

Kebetulan Marciana Setijawati Iwien, salah seorang anggota komunitasnya, punya sebuah restoran di Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat. Namanya Look@Mie. Jadilah acara kopi darat itu digelar disitu pada Minggu (1/11) sore lalu.
“ Saya sama pak Sahala, boleh dibilang sebagai panitia kecil yang melayani kedatangan kawan-kawan dan mempersiapkan jamuannya. Tentu jamuan makan ringan saja yang bisa kami persiapkan karena biaya peserta dipungut hanya Rp 50.000,- per orang, “ kata Marciana.

 Dalam acara itu, Sahala meminta Yenny Indra dan Iwan Lee untuk berbagi cerita tentang pengalaman mereka ketika mengunjungi beberapa negara di Eropa. “ Kebetulan mereka baru saja pulang traveling dari beberapa negara di Eropa, “ ujarnya.

Acara itu dihadiri 20 orang pecinta traveling. Mereka bahagia akrena akhirnya bisa benar-benar bertemu. Juga termotivasi setelah mendapat pengetahuan dan seni traveling dari para anggota yang berbagi pengalaman. Iwan Lee, misalnya, berbicara tentang pengalaman melakukan traveling melalui jalur pelayaran. Sedangkan Yenny Indra berbicara tentang tempat-tempat yang dia anggap unik dan eksotik di berbagai belahan dunia ini.

“ tempat-tempat yang patut dikunjungi bagi para traveler, “ katanya sambil memperlihatkan beberapa foto travelingnya bersama Indra, suaminya.
Acara ditutup dengan berfoto bersama. Anggota komunitas yang datang tidak hanya berasal dari Jakarta, tetapi juga dari luar daerah. Yenny dan suaminya datang dari Surabaya untuk berbagi pengalaman traveling mereka. [ GENIE ]

 
  














 Yenny Indra :
Sudah Menjelajah Lebih Dari 50 Negara.

Yenny tidak asing dengan dunai traveling. Ibu dari 4 anak ini sudah menjelajah hampir 60 negara di dunia ini. Biasanya ia melakukan traveling bersama keluarganya.

“ Sejak kecil, saya sudah suka mengumpulkan gambar-gambar pemandangan cantik dari luar negeri. Itu cita-cita saya agar kelak bisa mengunjungi tempat-tempat indah di belahan dunia ini, “ kata perempuan yang berprofesi sebagai pengusaha ini.

Dari puluhan negara yang sudah ia jelajahi itu, Alaska dan Swiss adalah yang paling mengesankan baginya. “ Alaska. Pemandangannya tidak saja indah, tetapi kita serasa di dunia lain karena sepi banget. Di sana, kami sempat melihat beruang menyeberang jalan umum, “ ceritanya.

Mereka mengambil rute dari dari Vancouver ke Anchorage dan selanjutnya dengan jasa landtour mereka pergi ke Alaska. “ itu rute yang tidak biasa memang, sehingga kami harus mengeluarkan extra cost flight. Namun, pengalaman yang kami dapatkan juga luarbiasa, “ ungkapnya.

Bagaimana dengan Swiss ? Menurutnya, Swiss tidak hanya unggul dalam system transportasinya, tetapi juga punya pemandangan alam yang indah. Ada banyak gunung cantik. Salah satunya Mount Blanc. “ Namun, Vevey mengesankanku. Sebuah kota kecil yang unik dengan lukisan JR Mural di tembok ujung jalannya dan ada patung Charlie Chaplin, “ katanya.

Sebelum melakukan traveling ia menyiapkan diri dengan cermat. Sebelum berangkat, ia terlebih dahulu mempelajari bagaimana transportasi di negara tersebut, rute-rutenya, dan jam-jamnya lewat google maps. Ia juga sudah memperhitungkan lamanya ia akan berada di suatu kota.
 

“ karena saya banyak menggunakan transportasi umum, saya harus memastikan hotel tempat menginap berada di tempat strategis, dimana tempat-tempat yang akan saya kunjungi berada di sekeliling hotel. Memang sedikit lebih mahal, tetapi menghemat waktu, “ jelasnya. Ia memesan hotel melalui situs booking.com.

Dari traveling itu, ia belajar banyak hal. Salah satunya adalah bagaimana ia harus menerima perbedaan tanpa menghakimi. “ Setiap negara itu, kan, punya nilai-nilai atau kepercayaan. Saya menghargai perbedaan-perbedaan itu, memahaminya dan belajar budaya orang lain membuat kita lebih kaya, “ ungkap penulis buku Smart Marriage dan Smart Beliefs ini. [ GENIE ]


* Dipublikasikan oleh tabloid Genie, Edisi 10, Thn.XII, 12-18 November 2015.

No comments:

Post a Comment